Pergerakan nasional adalah suatu bentuk perlawanan terhadap kepada kaum
penjajah yang dilaksanakan tidak dengan menggunakan kekuatan bersenjata,
tetapi menggunakan organisasi yang bergerak di bidang sosial, budaya,
ekonomi dan politik. Demikian halnya dengan pergerakan nasional yang
terjadi di Indonesia.
Pada awalnya, berdirinya organisasi ini tidak ditujukan untuk perlawanan
terhadap kaum penjajah, tetapi organisasi-organisasi tersebut pada
dasarnya didirikan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat yang
mengalami penderitaan akibat penjajahan, namun pada akhirnya bertujuan
untuk mewujudkan kemerdekaan. Hal yang demikian ini pula yang menjadi
faktor awal berdirinya berbagai macam organisasi pergerakan nasional di
Indonesia.
Pergerakan nasional melawan penjajahan Belanda di Indonesia diawali pada
permulaan abad ke-20, dengan berdirinya organisasi Budi Utomo, Sarikat
Islam dan berbagai macam organisasi lainnya. Organisasi-organisasi yang
berdiri pada masa itu disebut sebagai organisasi pergerakan nasional,
yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Keanggotaannya tidak didasarkan atas kelompok etnis (suku) tertentu melainkan semua kelompok etnis.
2. Sebagian besar pemimpin organisasi pergerakan nasional itu
berasal dari kalangan terdidik yang memperoleh pendidikan Barat serta
kelompok intelektual yang sudah bergaul dengan berbagai bangsa, baik
melalui sekolah di dalam negeri, Belanda, maupun yang telah menunaikan
ibadah haji.
3. Organisasi-organisasi pergerakan nasional tersebut memiliki
tujuan yang jelas bagi kepentingan seluruh bangsa di bidang sosial,
pendidikan, ekonomi, budaya, dan politik.
4. Organisasi-organisasi pergerakan nasional memiliki paham kebangsaan atau nasionalisme.
5. Dengan kata lain pergerakan nasional Indonesia adalah suatu
bentuk perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajah yang dilaksanakan
dengan menggunakan organisasi, terjadi pada awal abad ke-20, yang
diperuntukkan bagi kepentingan seluruh bangsa Indonesia, yang berasal
dari berbagai kelompok etnis, agama, dan budaya, dan bertujuan untuk
memajukan bangsa Indonesia di bidang pendidikan, ekonomi, sosial,
budaya, dan politik serta untuk memperoleh kemerdekaan dari penjajah
Belanda
B. FAKTOR PENDORONG MUNCULNYA PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA
a. Faktor Ekstern
1. Munculnya kesadaran tentang pentingnya semangat kebangsaan,
semangat nasional, perasaan senasib sebagai bangsa terjajah, serta
keinginan untuk mendirikan negara berdaulat lepas dari cengkeraman
imperialisme di seluruh negara-negara jajahan di Asia, Afrika, dan
Amerika Latin pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
2. Fase tumbuhnya anti imperialisme tersebut berkembang bersamaan
dengan atau dipengaruhi oleh lahirnya golongan terpelajar yang
memperoleh pengalaman pergaulan internasional serta mendapatkan
pemahaman tentang ide-ide baru dalam kehidupan bernegara yang lahir di
Eropa, seperti demokrasi, liberalisme, sosialisme, dan komunisme melalui
pendidikan formal dari negara-negara Barat.
3. Paham-paham tersebut pada dasarnya mengajarkan tentang betapa
pentingnya persamaan derajat semua warga negara tanpa membedakan warna
kulit, asal usul keturunan, dan perbedaan keyakinan agama. Paham
tersebut masuk ke Indonesia dan dibawa oleh tokoh-tokoh Belanda yang
berpandangan maju, golongan terpelajar Indonesia yang memperoleh
pendidikan Barat, serta alim ulama yang menunaikan ibadah haji dan
memiliki pergaulan dengan sesama umat muslim seluruh dunia.
4. Perang Dunia I (1914-1919) telah menyadarkan bangsa-bangsa terjajah
bahwa negara-negara imperialis telah berperang di antara mereka
sendiri. Perang tersebut merupakan perang memperebutkan daerah jajahan.
Tokoh-tokoh pergerakan nasional di Asia, Afrika dan Amerika Latin telah
menyadari bahwa kini saatnya telah tiba bagi mereka untuk melakukan
perlawanan terhadap penjajah yang sudah lelah berperang.
5. Munculnya rumusan damai mengenai penentuan nasib sendiri (self
determination) Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson pasca perang
dunia I disambut tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia sebagai
pijakan dalam perjuangan mewujudkan kemerdekaan.
6. Lahirnya komunisme melalui Revolusi Rusia 1917 yang diikuti dengan
semangat anti kapitalisme dan imperalisme telah mempengaruhi tumbuhnya
ideologi perlawanan di negara-negara jajahan terhadap imperialisme dan
kapitalisme Barat. Konflik ideologi dunia antara kapitalisme atau
imperialisme sosialisme atau komunisme telah memberikan dorongan bagi
bangsa-bangsa terjajah untuk melawan kapitalisme atau imperialisme
Barat.
7. Munculnya nasionalisme di Asia dan di negara-negara jajahan lainnya
di seluruh dunia telah mengilhami tokoh-tokoh pergerakan nasional untuk
melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Kemenangan Jepang
atas Rusia pada 1905 telah memberikan keyakinan bagi tokoh nasionalis
Indonesia bahwa bangsa kulit putih Eropa dapat dikalahkan oleh kulit
berwarna Asia. Demikian juga, model pergerakan nasional yang dilakukan
oleh Mahatma Gandhi di India, Mustapha Kemal Pasha di Turki, serta Dr.
Sun Yat Sen di Cina telah memberikan inspirasi bagi kalangan terpelajar
nasionalis Indonesia bahwa imperialisme Belanda dapat dilawan melalui
organisasi modern dengan cara memajukan ekonomi, pendidikan, sosial,
budaya, dan politik pada bangsa Indonesia terlebih dahulu sebelum
memperjuangkan kemerdekaan.
b. Faktor Intern
1. Penjajahan mengakibatkan terjadinya penderitaan rakyat Indonesia
yang tidak terkira. Sistem penjajahan Belanda yang eksploitatif terhadap
sumber daya alam dan manusia Indonesia serta sewenang-wenang terhadap
warga pribumi telah menyadarkan penduduk Indonesia tentang adanya sistem
kolonialisme dan imperialisme Barat yang menerapkan ketidaksamaan dan
perlakuan yang membeda-bedakan (diskriminatif).
2. Kenangan akan kejayaan masa lalu. Rakyat Indonesia pada umumnya
menyadari bahwa mereka pernah memiliki negara kekuasaan yang jaya dan
berdaulat di masa lalu (Sriwijaya dan Majapahit). Kejayaan ini
menimbulkan kebanggaan dan meningkatnya harga diri sebagai suatu bangsa.
Oleh karena itu, rakyat Indonesia berusaha untuk mengembalikan
kebanggaan dan harga diri sebagai suatu bangsa tersebut.
3. Lahirnya kelompok terpelajar yang memperoleh pendidikan Barat dan
Islam dari luar negeri. Kesempatan ini terbuka setelah pemerintah
kolonial Belanda pada awal abad ke-20 menjalankan Politik Etis (edukasi,
imigrasi, dan irigasi). Orang-orang Indonesia yang memperoleh
pendidikan Barat berasal dari kalangan priyayi abangan yang memiliki
status bangsawan. Sebagian lainnya berasal dari kalangan priyayi dan
santri yang secara sosial ekonomi memiliki kemampuan untuk menunaikan
ibadah haji serta memperoleh pendidikan tertentu di luar negeri.
4. Lahirnya kelompok terpelajar Islam telah menyadarkan bangsa
Indonesia terjajah yang sebagian besar penduduknya beragama Islam.
Kelompok intelektual Islam telah menjadi agent of change atau agen
pengubah cara pandang masyarakat bahwa nasib bangsa Indonesia yang
terjajah tersebut tidak dapat diperbaiki melalui belas-kasihan penjajah
seperti Politik Etis misalnya. Nasib bangsa Indonesia harus diubah oleh
bangsa Indonesia sendiri dengan cara memberdayakan bangsa melalui
peningkatan taraf hidup di bidang ekonomi, pendidikan, sosial, dan
budaya.
5. Menyebarnya paham-paham baru yang lahir di Eropa, seperti
demokrasi, liberalisme, sosialisme, dan komunisme di negeri jajahan
(Indonesia) yang dilakukan oleh kalangan terpelajar.
6. Muncul dan berkembangnya semangat persamaan derajat pada masyarakat
Indonesia dan berkembang menjadi gerakan politik yang sifatnya
nasional. Tindakan pemerintah kolonial yang semakin represif seperti
pembuangan para pemimpin Indische Partiij pada 1913, ikut campurnya
Belanda dalam urusan internal Sarekat Islam, dan penangkapan tokoh-tokoh
nasionalis telah menimbulkan gerakan nasional untuk memperoleh
kebebasan berbicara, berpolitik, serta menentukan nasib sendiri tanpa
dicampuri pemerintah kolonial Belanda.
C. ORGANISASI PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA
1. Budi Utomo (BU)
Budi utomo adalah suatu organisasi yang didirikan oleh kalangan
terpelajar di sekolah kedokteran yang berasal dari priyayi Jawa yang
"baru" atau priyayi rendahan. Mereka memiliki pandangan bahwa pendidikan
adalah kunci untuk kemajuan. Kelompok inilah yang merupakan kelompok
pertama pembentuk suatu organisasi yang benar-benar modern.
Dr. Wahidin Sudirohusodo adalah tokoh yang membidani lahirnya Budi Utomo
melalui kegiatannnya menghimpun dana beasiswa untuk memberikan
pendidikan Barat kepada golongan priyayi Jawa. Kegiatan yang dilakukan
oleh Dr. Wahidin tersebut disambut oleh Soetomo, seorang mahasiswa
School Tot Opleiding van Indische Arsten (STOVIA) atau Sekolah Dokter
Jawa. Bersama rekanrekannya dia mendirikan Budi Utomo (BU) di Jakarta
pada 20 Mei 1908.
Budi utomo sejak awal berdiri sudah menetapkan bahwa bidang perhatian
organisasi ini pada upaya peningkatan pendidikan dan memajukan
pendidikan masyarakat dengan memberi kesempatan dan beasiswa bagi rakyat
Indonesia untuk menempuh pendidikan. Hanya saja ruang lingkup yang
menjadi obyek pengembangan pendidikan ini pada awalnya hanya meliputi
penduduk Jawa dan Madura. Bilamana diperhatikan dari segi
keanggotaannya, organisasi budi utomo mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut: (1) bersifat lokal, sebab anggotanya hanya terbatas pada orang
jawa dan madura, kemudian berkembang ke Bali, tidak meliputi seluruh
wilayah Indonesia; (2) bersifat moderat dan aristokratis, tidak
bertindak radikal dalam memperjuangkan tujuannya. Hal ini dimaklumi
karena sebagian besar anggotanya adalah pegawai negeri dan juga dari
lapisan ningrat.
Pada kongres Budi Utomo yang diselenggarakan pada 3-5 Oktober 1908,
Tirto Kusumo diangkat menjadi Ketua Pengurus Besar. Dalam kongres ini,
etnonasionalisasi semakin bertambah besar. Selain itu, dalam kongres
tersebut juga timbul dua kelompok, yaitu kelompok pertama diwakili oleh
golongan pemuda yang merupakan minoritas yang cenderung menempuh jalan
politik dalam menghadapi pemerintah kolonial. Adapun kelompok kedua
merupakan golongan mayoritas diwakili oleh golongan tua yang menempuh
perjuangan dengan cara lama, yaitu sosiokultural (pendidikan, pengajaran
dan kebudayaan).
Golongan minoritas yang berpandangan maju dalam organisasi ini
dipelopori oleh Dr. Tjipto Mangunkusumo. Dr. Tjipto Mangunkusumo ingin
menjadikan Budi Utomo bukan hanya sebagai partai politik yang
mementingkan rakyat, melainkan juga sebuah organisasi yang kegiatannya
tersebar di Indonesia, bukan hanya di Jawa dan Madura. Sementara
golongan tua menginginkan pembentukan dewan pimpinan yang didominasi
oleh para pejabat generasi tua. Golongan ini juga mendukung pendidikan
yang luas bagi kaum priyayi dan mendorong kegiatan pengusaha Jawa.
Tjipto terpilih sebagai seorang anggota dewan. Namun, pada 1909 dia
mengundurkan diri dan akhirnya bergabung dengan Indische Partiij yang
perjuangannya bersifat radikal.
Karakteristik Budi Utomo yang seperti demikian menyulitkan untuk
bertindak revolusioner, walaupun lambat laun juga mempunyai program
politik dan memperluas keanggotanya hingga sampai ke Bali. Hal ini
terjadi karena banyak dari anggota Budi Utomo adalah pegawai
pemerintahan Belanda dan banyak yang berasal dari kalangan ningrat.
Kondisi inilah yang mengakibatkan keluarnya beberapa orang tokoh utama
dari Budi Utomo, seperti Cipto Mangunkusumo, Soetomo, dan Soepomo.
Tokoh-tokoh ini beralih ke Indische Party yang gerakannya lebih radikal.
Dalam perkembangan selanjutnya Budi Utomo tetap meneruskan cita-cita
mulia menuju kemajuan yang selaras buat tanah air dan bangsa.
Ketika pecah Perang Dunia I (1914) Budi Utomo turut memikirkan cara
mempertahankan Indonesia dari serangan luar, yang mengusulkan
dibentuknya ”Komite Indie Weeber" (komisi untuk pertahanan negara) Budi
Utomo juga terlibat dalam rapat-rapat untuk membentuk Dewan Rakyat
(Volksraad), yang baru dapat terealisasi tahun 1918. Belanda memang
memberi peluang pada Budi Utomo untuk terlibat, karena sikapnya yang
moderat sehingga pemerintah kolonial tidak terlalu mengkhawatirkan
organisasi tersebut.
Pada dekade ketiga abad ke-20, April 1930, Budi Utomo dibuka
keanggotannya bagi semua golongan bangsa Indonesia. Pada kongres April
1931, anggaran dasar Budi Utomo diubah untuk membuka diri. Pada kongres
itu diputuskan untuk bekerja sama dengan organisasi lain yang
berdasarkan prinsip kooperasi. Dalam konferensi yang diselenggarakan
pada Desember 1932 di Solo, diumumkan tentang disahkannya badan
persatuan yang terdiri dari organisasi-organisasi yang bertujuan
mencapai Indonesia merdeka, namanya Parindra. Kelompok organisasi ini
bersifat kooperasi tapi terhadap sesuatu hal yang lain bisa jadi non
kooperasi.
Walaupun pada awalnya organisasi Budi Utomo dikhususkan untuk masyarakat
Jawa dan Madura, namun Budi Utomo adalah organisasi modern pertama
dalam pergerakan nasional Indonesia yang bertujuan untuk memajukan
masyarakat pribumi dan usianya paling lama, Budi Utomo merupakan
organisasi perintis jalan untuk pertumbuhan organisasi-organisasi
politik lainnya. Budi Utomo merupakan fase pertama dari nasionalisme
Indonesia, menjadi inspirasi bangkitnya faham-faham kebangsaan
Indonesia.
2. Sarekat Islam (SI)
Sarekat Islam (SI) pada awalnya bernama Sarekat Dagang Islam (SDI),
yaitu perkumpulan bagi pedagang Islam yang didirikan tahun 1911 di Solo,
oleh H. Samanhudi. Organisasi ini empunyai tujuan memajukan perdagangan
Indonesia di bawah panji Islam, serta agar para pedagang Islam dapat
bersaing dengan pedagang Barat maupun Timur Asing. Sarekat Dagang Islam
mengalami perkembangan cukup pesat, hal ini terjadi karena:
1. Pedagang keturunan Tionghoa melakukan monopoli bahan-bahan batik,
ditambah pula dengan tingkah laku mereka yang tidak mengenakkan pada
pedagang pribumi;
2. Penyebaran agama Kristen yang merupakan tantangan bagi para penganut Islam;
3. Adat lama yang bertentangan dengan ajaran Islam yang terus
dipertahankan di daerah Jawa, makin lama makin dirasakan sebagai
penghinaan terhadap umat Islam.
Faktor lain yang mempengaruhi pesatnya pertumbuhan perkumpulan pedagang
Islam tumbuh pesat terutama setelah Tjokroaminoto masuk dan kemudian
menjadi pemimpin Sarekat Dagang Islam. SDI berganti namanya menjadi
Sarekat Islam (SI) pada tahun 1912. SI mempunyai tujuan mengembangkan
perekonomian guna mencapai kemajuan rakyat yang nyata dengan jalan
persaudaraan, persatuan, dan tolong menolong di antara kaum muslimin.
Keanggotaannya terbuka untuk setiap lapisan masyarakat yang beragama
Islam.
Pada Juni 1916, mengembangkan sebuah cita-cita terbentuknya satu bangsa
bagi penduduk Indonesia. Pada kongres 1917, SI mulai dimanfaatkan oleh
kekuatan lain untuk kepentingan politik tertentu dan disusupi aliran
revolusioner sosialis dengan tokohnya Semaun yang menduduki ketua SI
cabang Semarang. Dengan masuknya Semaun, tujuan SI kemudian berubah
menjadi membentuk pemerintah sendiri dan perjuangan melawan penjajah
dari kapitalisme yang jahat. Dalam kongres diputuskan tentang
keikutsertaan SI dalam Volksraad.
Masuknya kaum sosialis-komunis di dalam tubuh SI, hingga memberikan
pengaruh terhadap tujuan SI dan ditambah dengan pernyataan bahwa menjadi
penjajahan dalam lapangan kebangsaan dan perekonomian itu adalah buah
dari kapitalisme dan kapitalisme hanya bisa dikalahkan oleh per satuan
kaum buruh dan petani.
Pada tahun 1921, SI menetapkan bahwa seseorang harus memilih antara SI
atau organisasi lain. Pilihan ini sebenarnya bertujuan untuk
membersihkan barisan SI dari unsur-unsur komunis. Dengan keputusan
tersebut, seseorang tidak mungkin menjadi anggota SI sekaligus menjadi
anggota PKI.
Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya perpecahan di tubuh SI, dan
berganti nama SI Merah dan SI Putih. SI Merah yang dipimpin oleh Semaun
berpusat di Semarang dan berazaskan komunis. Adapun SI Putih dipimpin
oleh HOS Tjokroaminoto yang berlandaskan Islam.
Perkembangan selanjutnya SI berubah menjadi Partai Sarekat Islam (PSI),
sedangkan SI Merah menjadi Sarekat Rakyat yang kemudian menjadi
organisasi yang berada di bawah naungan PKI. PSI mempunyai tujuan
perjuangan untuk mencapai kemerdekaan nasional. Karena tujuannya yang
jelas itulah maka PSI menggabungkan diri dengan Permufakatan
Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Kongres PSI 1927 menyatakan bahwa Karena keragaman cara pandang di
antara elite partai, PSII pecah menjadi beberapa partai politik, seperti
Partai Islam Indonesia yang dipimpinan oleh Sukiman, PSII Kartosuwiryo,
PSII Abikusno, dan PSII sendiri. Perpecahan itu melemahkan PSII dalam
perjuangannya.
3. Indische Partiij
Indische Partiij merupakan organisasi yang didirikan oleh orang Indo dan
anggotanya juga kebanyakan orang Indo, yaitu campuran orang Indo dengan
Pribumi. Didirikan oleh Dr. Ernest Francois Eugene Douwes Dekker pada
25 Desember 1912. Dr. Ernest Francois Eugene Douwes Dekker adalah
seorang keluarga jauh Edward Douwes Dekker (Multatuli). Dia kemudian
bekerja sama dengan dua orang, Tjipto Mangunkusumo dan Suwardi
Suryaningrat. Ketiga tokoh ini dikenal dengan sebutan Tiga Serangkai.
Indische Partiij menyatakan bahwa nasionalisme merupakan hal paling
penting dan oleh karena itu harus diperjuangkan. Partai ini juga dengan
tegas menyatakan harus dicapainya kemerdekaan Indonesia dari pemerintah
kolonial Belanda. Dalam perjuangannya, partai ini bersikap radikal
terutama dalam menghadapi sistem kolonial Belanda. Indische Partiij
menuntut dihapusnya eksploitasi rakyat dan oleh karena itu mereka
beranggapan bahwa penghapusan eksploitasi dapat dicapai apabila Hindia
Belanda memperoleh kemerdekaan sistem politik dan pemerintahan yang
demokratis.
Anggaran dasar Indische Partiij menetapkan tujuan membangun lapangan
hidup, menganjurkan kerja sama atas dasar persamaan ketatanegaraan,
memajukan tanah air Hindia Belanda, dan mempersiapkan kehidupan rakyat
merdeka. Indische Partiij berdiri atas dasar nasionalisme yang menampung
semua suku bangsa di Hindia Belanda dengan tujuan akhir mencapai
kemerdekaan. Paham kebangsaan ini kemudian diolah dan dikembangkan oleh
partai-partai lain, seperti Perhimpunan Indonesia (PI) dan Partai
Nasional Indonesia (PNI).
Karena keradikalan partai ini, pemerintah kolonial bersikap keras dan
oleh karena itu tidak memberi badan hukum. Sikap pemerintah kolonial
semakin keras terutama setelah setelah munculnya artikel Suwardi
Suryaningrat pada peringatan 100 tahun bebasnya negeri Belanda dari
jajahan Prancis. Artikel ini berjudul "Als ik een Nederlander was"
(Andaikata aku seorang Belanda). Artikel ini membuat pemerintah kolonial
Belanda marah dan disusul dengan ditangkapnya ketiga tokoh Indische
Partiij yang kemudian diasingkan ke Belanda. Pada 4 Mei 1913, Indische
Partiij dinyatakan sebagai partai terlarang. Walaupun sudah dibubarkan,
ketiga tokoh ini tetap berjuang.
Douwes Dekker tetap di jalur politik. Suwardi Suryaningrat yang kemudian
lebih dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara terjun dalam bidang
pendidikan. Adapun Tjipto Mangunkusumo meneruskan perjuangannya yang
radikal walaupun dalam beberapa waktu harus berjuang di dalam penjara.
Meskipun organisasi ini berumur pendek, Indische Partiij telah
memberikan perlawanan gigih dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Partai ini merupakan partai pertama yang menanamkan paham kebangsaaan.
4. Partai Komunis Indonesia (PKI)
Partai Komunis Indonesia adalah organisasi pergerakan sosialis yang
mengadopsi nilai-nilai perjuangan komunisme dari Rusia. Pada awalnya
organisasi ini bernama Indische Social Demokratische Vereeniging (ISDV),
yang kemudian berubah menjadi Partai Komunis Indonesia pada tahun 1924.
Gerakan ini dipelopori oleh seorang Marxis Belanda Sneevliet yang ingin
menyebarkan ajaran-ajaran Marxis di Indonesia, khususnya tentang
manifesto-komunisnya. Konsep perjuangannya adalah mempertentangkan kelas
antara kaum pribumi sebagai buruh dan penjajah sebagai kapitalisme
Barat. Sneevliet adalah pendiri organisai Indische Social Demokratische
Vereeniging (ISDV) (Dekker, 1993).
ISDV didirikan Sneevliet pada tahun 1914 di Semarang. Perkumpulan ini
merupakan perkumpulan campuran antara orang-orang Belanda dengan
orang-orang Indonesia yang mempunyai pandangan politik sama. Sneevliet
berusaha mempengaruhi tokoh-tokoh terkemuka pada perkumpulan orang
Indonesia untuk menerima ajaran Marxis. Setelah itu tokoh-tokoh Marxis
dalam ISDV menyusup ke tubuh organisasi Sarekat Islam yang dianggap
memiliki basis massa yang banyak dan bersedia menerima pikiran-pikiran
radikal perjuangan sosialis. Selain itu, anggota Sarekat Islam yang
radikal bisa masuk ISDV tanpa harus meninggalkan Sarekat Islam.
Komunisme cepat berkembang di kalangan rakyat Indonesia yang terjajah.
Kondisi buruknya kehidupan ekonomi pribumi dapat dimanfaatkan dengan
baik oleh tokoh-tokoh komunis Indonesia. Tokoh-tokoh komunis juga
memanfaatkan kondisi buruknya hubungan antara gerakan politik dan
pemerintah Belanda. ISDV semakin kuat setelah pecahnya Revolusi Rusia
pada 1917, berdirinya Uni Soviet, dan Communis International (Comintern)
Maret 1919. Komunis Indonesia makin radikal dan mendapat dukungan yang
luas setelah pada 1922 melakukan pemogokkan-pemogokkan untuk menuntut
kenaikan upah dari kaum kapitalis.
Gerakan-gerakan ISDV yang radikal dalam menentang kapitalisme Belanda
mengakibatkan orang-orang ISDV diusir Belanda. Pimpinan komunis di
Indonesia diambil alih oleh orang Indonesia sendiri dan kemudian
mendirikan organisasi dengan nama Perserikatan Komunis Hindia pada Mei
1920. Pada 1924 nama ini berubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).
PKI dengan cepat berkembang karena mendapat banyak dukungan dari
kalangan rakyat jelata yang terjajah.
PKI masuk Komintern pada 1920. Tokoh-tokoh PKI di antaranya, Semaun,
Alimin, Tan Malaka, dan Darsono (Dekker, 1993). PKI dalam melaksanakan
kegiatannya bersifat praktis dan radikal, organisasi ini dengan tegas
menyatakan ingin melakukan gerakan revolusi untuk menggulingkan
pemerintahan kolonial Belanda. Tokoh-tokohnya dengan cerdik mampu
memanfaatkan militansi Islam yang juga berkeinginan untuk melawan
pemerintah kolonial Belanda. Oleh karena itu, banyak tokoh Islam yang
direkrut untuk menyebarkan propaganda PKI yang anti kapitalisme Belanda.
Misalnya di daerah berbasis Islam, Banten dan Minangkabau, terjadi
pemberontakan melawan kapitalisme Barat pada 1926 dan 1927.
Akibat pemberontakan, pemerintah kolonial Belanda melakukan penindasan
terhadap pengikutnya. Pemimpinnya dibuang, sejumlah 13.000 anggotanya
ditangkap, 4.000 orang dihukum, dan 1.300 orang dibuang ke Digul. Oleh
pemerintah kolonial, PKI dinyatakan sebagai organisasi terlarang,
walaupun aktivitas politiknya masih terus berjalan. Semaun, Darsono, dan
Alimin meneruskan propaganda untuk mendukung aksi revolusioner dan
menuntut kemerdekaan Indonesia.
5. Partai Nasional Indonesia (PNI)
Partai Nasional Indonesia didirikan oleh kaum terpelajar, yang
dipelopori oleh Soekarno. Berdiranya PNI, tidak terlepas dari pengaruh
dilarangnya PKI oleh pemerintah kolonial. Kaum terpelajar dan
intelektual serta tokoh-tokoh perjuangan lainnya berusaha memikirkan
strategi yang harus dijalankan untuk mencegah agar organisasi-organisasi
baru tidak terperangkap pada kendala yang sama. Untuk itu mereka
berkesimpulan bahwa kekerasan dan radikalisme bukan jalan perjuangan
yang baik dalam menghadapi pemerintah kolonial.
Golongan terpelajar yang berada dalam Algemene Studie Club Bandung pada 4
Juli 1927 mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) di Bandung.
Organisasi yang dipimpin oleh Ir. Soekarno. PNI didirikan dengan tujuan
untuk menampung orang-orang yang merasa aspirasinya tidak terwakili
dalam organisasi-organisasi politik yang ada saat itu.
Tujuan PNI adalah untuk mencapai Indonesia merdeka dengan asas
perjuangan berdiri di atas kaki sendiri, nonkooperasi, dan marhaenisme.
Sebagai sebuah organisasi yang baru, PNI cepat berkembang dan menarik
perhatian banyak pihak. Hal ini disebabkan karena adanya
propaganda-propaganda yang dilakukan Ir.Soekarno dengan mengusung tema
antara lain: karakter yang buruk dari penjajah, konflik antara pengusaha
dan petani, "front sawo matang melawan front kulit putih,"
menghilangkan ketergantungan dan menegakkan kemandirian, serta perlunya
pembentukan negara dalam negara.
Propaganda-propaganda Ir. Soekarno yang menarik dukungan masyarakat
telah mengkhawatirkan pemerintah kolonial Belanda. Gubernur Jenderal
Belanda dalam pembukaan sidang Volksraad pada 15 Mei 1928 memberi
peringatan kepada pemimpin PNI untuk menahan diri dalam ucapan dan
propagandanya. Karena tidak dihiraukan, pemerintah kolonial Belanda
segera mengadakan penangkapan terhadap para pemimpin PNI, seperti Ir.
Soekarno, Maskun, Gatot Mangkupraja, dan Supriadinata. Penangkapan itu
terjadi pada 24 Desember 1929. Mereka kemudian diajukan ke depan
pengadilan Landraad di Bandung.
Pengadilan Ir. Soekarno dan rekannya dihadiri oleh banyak kalangan, baik
dari tokoh-tokoh pergerakan di luar maupun di dalam kota Bandung.
Pidato pembelaan Soekarno dikenal dengan Indonesia Menggugat yang di
dalamnya berisi antara lain pandangan Soekarno mengenai pergerakan
nasional, pentingnya kemerdekaan bagi bangsa Indoensia, dan
dihapuskannya pemeritah kolonial.
Pengadilan tersebut menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara untuk Soekarno, 2
tahun untuk Gatot Mangkuraja, 1 tahun 8 bulan untuk Maskun dan 1 tahun 3
bulan untuk Supriadinata dengan tuduhan melakukan perbuatan yang
mengganggu ketertiban umum dan menentang kekuasaan pemerintah.
Dipenjarakannya tokoh-tokoh penting PNI menimbulkan pemikiran untuk
membubarkan PNI, demi keselamatan para anggota, 1933.
Sementara itu, Mr. Sartono, melalui kongres luar biasa mendirikan partai
baru bernama Partai Indonesia (Partindo) dengan Sartono sebagai
ketuanya. Sedangkan Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir mendirikan partai
baru yaitu PNI Pendidikan (PNI Baru).
6. Partai Indonesia (Partindo)
Partindo berasaskan non kooperatif, konsep sosio-demokrasi dan
sosio-nasionalisme dari Ir. Soekarno diterima sebagai citacita yang
dituju Partindo. Partindo adalah partai politik yang menghendaki
kemerdekaan Indonesia yang didasarkan prinsip menentukan nasib sendiri,
kebangsaan, menolong diri sendiri, dan demokrasi. Partindo menekankan
perjuangan radikal dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan penuh.
Kongres Partindo pada 15-17 Mei 1932 di Jakarta dihadiri oleh Ir.
Soekarno yang saat itu belum menjadi anggota. Dalam pidato tersebut,
Soekarno memunculkan slogan "Indonesia merdeka sekarang," "kerakyatan
dan kebangsaan," dan "Persatuan Indonesia."
Pada kongres Juli 1933, Soekarno menjelaskan konsep Marhaenisme. Pada
dasarnya Marhaenisme menyukai perjuangan membela rakyat kecil serta
menekankan kebahagiaan, kesejahteraan, dan keadilan sosial untuk marhaen
atau rakyat kecil.
Sikap pemerintah kolonial Belanda terhadap Partindo semakin keras. Pada
1933 dikeluarkan larangan bagi pegawai negeri untuk menjadi anggota
Partindo. Puncaknya adalah penangkapan Soekarno pada 1 Agustus 1933 oleh
Gubernur Jenderal De Jonge. Soekarno kemudian dibuang ke Ende, Flores.
Setelah penangkapan tersebut, ruang gerak partai menjadi sempit. Kongres
yang rencananya akan diselenggarakan pada 30-31 Desember 1934 dilarang
oleh pemerintah. Meskipun begitu, Partindo berjalan terus sampai
membubarkan diri pada 18 November 1936.
7. Perhimpunan Indonesia
Perhimpunan Indonesia adalah salah satu organisasi pergerakan nasional
yang berdiri di negeri Belanda. Perhimpunan Indonesia didirikan oleh
mahasiswa Indonesia serta orang-orang Belanda yang menaruh perhatian
pada nasib Hindia Belanda yang tinggal di Negeri Belanda. Perhimpunan
Hindia atau Indische Vereeniging (IV) berdiri pada tahun 1908, yang
dibentuk sebagai sebuah perhimpunan yang bersifat sosial. Organisasi ini
merupakan ajang pertemuan dan komunikasi antar mahasiswa Indonesia yang
belajar di negeri Belanda.
Namun, setelah kedatangan pemimpin Indische Partiij di Belanda, IV
berkembang pesat dan memusatkan kegiatannya pada bidang
politik.Tokoh-tokoh organisasi yang berpandangan maju tersebut
mencetuskan untuk pertama kali konsep Hindia Bebas dari Belanda dan
terbentuknya negara Hindia yang diperintah oleh rakyatnya sendiri.
Program kegiatannya antara lain bekerja di Indonesia dan membentuk
Indonesische Verbond van Studeerenden (Persatuan Mahasiswa Indonesia).
Hal terpenting dari penggabungan ini adalah dengan digantinya "Indische"
dengan "Indonesische." Hal ini merupakan pertama kalinya dalam sejarah
pergerakan nasional Indonesia dikenalkan istilah "Indonesische" atau
"Indonesia" dalam kegiatan akademik dan politik.
Pada tahun 1923, Iwa Kusumasumatri sebagai ketua, sejak saat itu sifat
perjuangan politik organisasi semakin kuat. Dalam rapat umum 1923
organisasi ini menyepakati tiga asas pokok organisasi yaitu: (a)
Indonesia menentukan nasib sendiri; (b) untuk itu Indonesia harus
mengandalkan kekuatan dan kemauan sendiri; (c) untuk melawan pemerintah
kolonial Belanda, bangsa Indonesia harus bersatu.
Untuk menunjukkan sikap nasionalismenya, para pengurus organisasi ini
kemudian mengubah nama majalah Hindia Putera dengan Indonesia Merdeka.
Pada edisi pertama majalah Indonesia Merdeka diungkapkan bahwa
penjajahan Indonesia oleh Belanda dan penjajahan Belanda oleh Spanyol
memiliki banyak persamaan. Selain itu diungkapkan pula alasan tidak
disebutnya negara Hindia Belanda karena hampir sama dengan orang Belanda
yang tidak mau menyebut negaranya dengan Nederland-Spanyol. Para
mahasiswa mengetahui hal ini setelah mempelajari mengenai perjuangan
Belanda melawan Spanyol.
Organisasi ini juga berpendapat bahwa kemerdekaan adalah hak setiap
bangsa yang ada di dunia, termasuk hak bangsa Indonesia yang masih
terjajah. Semangat perjuangan politiknya yang jelas menuju Indonesia
merdeka menjadikan organisasi ini disegani oleh oranisasi-organisasi
sejenis di kalangan negara-negara terjajah di Asia. Propaganda tentang
tujuan dan ideologi baru bangsa Indonesia disosialisasikan secara lebih
gencar oleh organisasi ini dengan menerbitkan buklet dalam rangka
memperingati hari jadi yang ke-15 pada 1924.
Indische Vereeniging (IV) pada 3 Februari 1925 berubah namanya menjadi
Perhimpunan Indonesia. Dalam majalah Indonesia Merdeka, ditulis bahwa
perubahan nama ini diharapkan dapat memurnikan organisasi dan
mempertegas prinsip perjuangan organisasi. Sementara, dalam artikel yang
muncul pada bulan yang sama dengan judul Strijd in Twee Front
(Perjuangan di Dua Front), menyatakan bahwa perjuangan selanjutnya akan
lebih berat dan pemuda Indonesia tidak akan ada yang dapat
menghindarinya. Mereka harus berusaha mengerahkan semua kemampuannya
jika ingin mencapai kemerdekaan.
Para pemimpin Perhimpunan Indonesia menyatakan bahwa organisasi mereka
merupakan organisasi pergerakan nasional. Sebagai kelompok elite serta
golongan menengah baru, mereka harus memainkan peran pentingnya sebagai
agen pengubah masyarakat dari masyarakat terjajah menjadi masyarakat
merdeka, dari masyarakat terbelenggu menjadi masyarakat bebas, dan dari
masyarakat yang bodoh menjadi masyarakat yang pintar. Untuk mewujudkan
cita-cita tersebut diperlukan wadah negara kesatuan yang merdeka dan
berdaulat. Salah seorang pemimpin Perhimpunan Indonesia, Moh. Hatta,
dengan penuh semangat menyerukan bersatunya semua unsur nasionalis
Indonesia.
Di antara empat pikiran pokok ideologi Perhimpunan Indonesia, pokok
pikiran "merdeka" merupakan kuncinya. Keempat pokok pikiran itu adalah
kesatuan nasional, kemerdekaan, nonkooperatif, dan kemandirian.
Ideologi Perhimpunan Indonesia yang terdiri dari empat gagasan telah
disetujui pada Januari 1925. Keempat gagasan tersebut adalah sebagai
berikut: (1) membentuk suatu negara Indonesia yang merdeka; (2)
partisipasi seluruh lapisan rakyat Indonesia dalam suatu perjuangan
terpadu untuk mencapai kemerdekaan; (3) konflik kepentingan antara
penjajah dan yang dijajah harus dilawan dengan mempertajam dan
mempertegas konflik. Konflik ditujukan untuk melawan penjajah; dan (4)
pengaruh buruk penjajahan Belanda terhadap kesehatan fisik dan psikis
bangsa Indonesia harus segera dipulihkan dan dinormalkan dengan cara
terus berjuang mencapai kemerdekaan.
Berkembangnya paham marxisme, leninisme, dan sosialisme di Eropa
mengenai perjuangan kelas dan konflik antara kaum kapitalis dan kaum
proletar telah mempengaruhi cara pandang tokoh-tokoh pergerakan nasional
yang tinggal di Belanda, Eropa. Oleh tokoh-tokoh pergerakan nasional,
paham-paham tersebut diaplikasikan dalam ideologi pergerakan nasional.
Mereka memandang bahwa rakyat negeri jajahan adalah sebagai kaum
proletar yang tertindas akibat imperialisme yang identik dengan
kapitalisme. Tokoh pergerakan, seperti Semaun, dibuang ke Amsterdam,
Mohammad Hatta, Ali Sastroamidojo, Gatot Mangkupraja, dan Subarjo adalah
penganut paham-paham baru dari Eropa tersebut.
Paham marxis, leninis, dan sosialis telah memberikan dorongan kepada
mahasiswa dalam menumbuhkan semangat perjuangan bangsa kulit sawo matang
Indonesia dengan bangsa kulit putih Belanda.
Dalam melakukan kegiatan politiknya, para mahasiswa Indonesia di Belanda
sering mengadakan pertemuan, diskusi ilmiah dan politik diantara mereka
sendiri serta dengan berbagai mahasiswa lainnya di negeri Belanda.
Tujuannya adalah untuk mengembangkan persamaan pandangan serta
menggalang simpati baik dari Indonesia, dunia internasional, maupun dari
orang Belanda sendiri tentang Indonesia merdeka.
Oleh karena itu, PI menganjurkan agar semua organisasi pergerakan
nasional menjadikan konsep Indonesia merdeka sebagai program utamanya.
Seruan mahasiswa Indonesia di negeri Belanda terhadap organisasi
pergerakan di Indonesia untuk meningkatkan aktifitas politik mendapat
sambutan di Indonesia. Salah satu di antaranya adalah PKI.
Pada November 1926, komite revolusioner PKI mengadakan pemberontakan di
Jawa Barat. Januari 1927, PKI juga mengulangi aksinya di pantai barat
Sumatra. Namun kedua aksi ini mengalami kegagalan. Pemberontakan PKI
yang gagal di Banten dianggap tanggung jawab PI di Negeri Belanda.
Setelah terjadi pemberontakan tersebut pemerintahan kolonial Belanda
berusaha menangkap para pemimpin PI di Belanda. Tokoh-tokoh PI, seperti
Ali Sastroamidjojo, Abdul Karim, MJusuf, dan Moh. Hatta dianggap
memiliki hubungan dekat dengan Moskow, sebagai markas gerakan comintern.
Akibat tuduhan itu mereka ditangkap, kemudian diadili atas tuduhan
makar terhadap pemerintah.
Karena pembelaan mereka, akhirnya mereka dibebaskan setelah tidak
terbukti terlibat dalam pemberontakan tersebut. Dalam pidato
pembelaannya, mereka menjelaskan bahwa PI hanya sekedar membicarakan
kemungkinan tindak kekerasan, kecuali pemerintah Belanda memikirkan
tentang kemerdekaan Indonesia. Pembebasan mereka dari tuduhan tersebut
dirayakan oleh anggota-anggota PI dan partai-partai nasionalis
Indonesia, karena dianggap sebagai suatu kemenangan gerakan nasionalis
atas negeri kolonial Belanda. Karena kemenangan tersebut, maka kaum
nasionalis Indonesia di Belanda semakin mendapat simpati massa di
Belanda.
Perhimpunan Indonesia mempunyai peran penting dalam pergerakan
nasionalis Indonesia, walaupun organisasi ini berdiri di Belanda dan
banyak bergerak di negeri tersebut. Peran tersebut antara lain: (1)
sebagai pembuka keterkungkungan psikologis bangsa Indonesia dan
kekuasaan sistem kolonial; (2) pengembang ideologi sekuler sehingga bisa
mendorong semangat revolusioner dan nasionalis; (3) mempersatukan unsur
golongan ke dalam organisasi secara keseluruhan; (4) memperkenalkan
istilah Indonesia untuk mengembangkan jati diri nasional dan tidak
bersifat kedaerahan; dan (5) sebagai organisasi kebangsaan yang paling
orsinil dalam mempropagandakan ideologi Indonesia Merdeka.
8. Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)
PPKI merupakan organisasi yang didirikan sebagai upaya untuk
mengumpulkan berbagai macam organisasi sosial politik menjadi satu, agar
bisa menjadi kekuatan yang sangat besar dalam melawan penjajah Belanda.
Terbentuknya gagasan tentang persatuan Indonesia dilatarbelakangi adanya
kesadaran dikalangan tokoh-tokoh pergerakan nasional bahwa berjuang
hanya melalui masing-masing organisasi pergerakan nasional tidak akan
membawa hasil. Dengan perjuangan sendiri-sendiri akan mudah ditumpas
oleh pemerintah kolonial. Terbukti, PKI yang melakukan pemberontakan
sendiri juga telah gagal dan berakhir dengan dilarangnya partai politik
tersebut.
Ir. Soekarno merupakan salah satu tokoh yang merasa yakin benar bahwa
front bersama sangatlah penting bagi mempersatukan perjuangan politik
pergerakan nasional Indonesia. Dalam merealisasikan ide ini, Soekarno
dibantu oleh Sukiman, mengajak PSI untuk turut bergabung.
Namun ide ini ditolak oleh PSI dengan alasan bahwa sebagian tokoh PNI
dan Soekarno sendiri dianggap sebagai didikan Belanda, karena itu
diragukan kenasionalisannya. Sebagian kalangan pergerakan nasional
Indonesia yang masih berpandangan kolot masih menganggap bahwa mereka
yang bukan dididik dan dibesarkan di Indonesia tidak memiliki pandangan
positif tentang kemerdekaan Indonesia.
Pada tanggal 17-18 Desember 1927 diputuskan untuk dibentuk Permufakatan
Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Perhimpunan ini menampung beberapa organisasi pergerakan nasional,
seperti PSI, BU, PNI, Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum Betawi, dan
Kelompok Studi Indonesia.
PPPKI dianggap telah mampu mengimbangi kekuatan pemerintah Belanda.
PPPKI juga diharapkan mampu mempersatukan dan menjadikan gerakan-gerakan
politik nasional berada dalam satu koordinasi yang baik. PPPKI terus
berkembang dan memiliki daya tarik tersendiri bagi parpol-parpol yang
ada di Indonesia. PSI dan BU merupakan salah satu yang memberikan
perhatian khusus terhadap ideologi nasionalis sekuler.
Kongres PPPKI I diselenggarakan pada 2 September 1928 di Surabaya. Para
wakil parpol berharap bahwa kongres ini merupakan kongres yang dapat
membawa Indonesia ke era baru gerakan kebangsaan. Kongres menunjuk
Soetomo sebagai ketua Majelis Pertimbangan PPPKI. Sebagai ketua, Soetomo
berhasil mempersatukan kaum moderat dan kaum radikal di tubuh PPPKI.
Kongres juga menganjurkan agar dibentuknya seksi PPPKI daerah agar
memudahkan sekaligus memantapkan PPPKI dalam kesadaran nasionalisnya.
PPPKI ternyata tidak mampu mewujudkan cita-cita idealnya, karena terjadi
pertentangan antara tokoh-tokoh partai, seperti pertentangan antara PNI
Baru dan Partindo. Perhimpunan ini akhirnya tidak memiliki peran apapun
di panggung politik, meskipun segala upaya sudah dilakukan Soekarno
dalam rangka mempersatukan partai-partai yang ada.
Intervensi pemerintah kolonial Belanda terhadap perhimpunan ini juga
menjadi salah satu penyebab semakin menurunnya peran perhimpunan ini
dalam pergerakan nasional. Hal ini sangat disayangkan karena
bergabungnya beberapa parpol dalam sebuah himpunan dianggap sebagai
salah satu peristiwa penting dalam sejarah pergerakan nasional
Indonesia.
9. Partai Indonesia Raya (Parindra)
Parindra adalah salah satu organisasi yang didirikan sebagai upaya untuk
mempersatukan persepsi di antara organisasi pergerakan nasional. Mereka
menyadari bahwa hanya dengan persatuan, cita-cita kemerdekaan Indonesia
dapat diwujudkan. Upaya tersebut terus dilakukan dalam rapat-rapat,
diskusi, dan surat kabar.
Salah satu surat kabar yang menampung gagasan persatuan adalah "Soeloeh
Rayat Indonesia." Surat kabar ini antara lain dimanfaatkan oleh Kelompok
Studi Indonesia di Surabaya untuk menyerukan konsepsinya bahwa
perbedaan golongan pendukung nonkooperasi dan pendukung kooperasi
tidaklah harus dibesar-besarkan. Menurut mereka, tujuan pergerakan saat
ini adalah mengangkat rakyat Indonesia dari penderitaan berkepanjangan,
baik itu melalui kegiatan ekonomi, sosial, maupun politik.
Pada November 1930 kelompok studi ini mengubah namanya menjadi Partai
Bangsa Indonesia (PBI). Meskipun berusaha mengutamakan agitasi politik,
PBI lebih terlihat sebagai partai lokal Surabaya yang berorientasi pada
kerakyatan. Perkumpulan Rukun Tani yang didirikannya menjadi sarana
perbaikan dan kesejahteraan petani.
Dengan basis tersebut, PBI mendapat dukungan luas di pedesaan sehingga
pada 1932 organisasi ini sudah memiliki anggota 2500 orang dengan 30
cabang. Pada tahun yang sama diadakan kongres yang menetapkan
penggalakan koperasi, serikat sekerja dan pengajaran. Pada 1934,
diadakan kongres di Malang, yang menetapkan bahwa PBI akan lebih
memajukan pendidikan rakyat.
PBI menggandeng BU untuk bekerja sama dalam upaya untuk menggalang
persatuan. Dari kerja sama yang telah disepakati tersebut disepakati
untuk membentuk Partai Indonesia Raya atau Parindra pada 1935 dengan
menggabungkan organisasi lainnya, seperti Sarikat Celebes, Sarikat
Sumatra, Sarikat Ambon, Perkumpulan Kaum Betawi, dan Tirtayasa. Parindra
memiliki tujuan mencapai Indonesia mulia dan sempurna. Keunikan
Parindra dibanding partai yang lainnya adalah bahwa partai ini bersifat
kooperasi dan dalam beberapa kegiatannya juga nonkooperasi. Kongres I
Parindra yang diselenggarakan pada Mei 1937 di Jakarta diputuskan bahwa
Parindra bersikap kooperatif dan anggota yang ada dalam dewan harus
loyal pada partainya. KRMH Wuryaningrat yang menggantikan Sutomo sebagai
ketua berusaha dengan keras untuk mencapai perbaikan ekonomi rakyat,
pengangguran, peradilan, dan kemiskinan. Dalam memajukan kesejahteraan
ekonomi rakyat, Parindra telah berjasa mendirikan Perkumpulan Rukun
Tani, Rukun Pelayaran Indonesia dan Bank Nasional Indonesia.
10. Gabungan Politik Indonesia (Gapi)
Sebelum Gapi dibentuk, tokoh-tokoh pergerakan nasional masih mencari
jalan lain agar perjuangan mereka mencapai kemerdekaan segera dapat
diraih. Ternyata jalan perjuangan kooperatif dan nonkooperatif masih
menghadapi jalan buntu. Tindakan Belanda yang menutup jalan gerakan non
kooperatif dan mengharuskan gerakan yang kooperatif untuk selalu meminta
izin terhadap Belanda, telah membuat kesal bangsa Indonesia. Oleh
karena itu, melalui Volksraad, partai-partai mengeluarkan petisi pada 15
Juli 1936.
Petisi yang dikenal sebagai Petisi Sutarjo tersebut berisi usulan kepada
pemerintah Belanda untuk mengadakan konferensi membahas tentang status
politik Hindia Belanda di Indonesia. Ia menuntut kejelasan status
politik Belanda pada 10 tahun mendatang. Selain itu, petisi ini juga
bertujuan untuk mendorong rakyat memajukan negerinya dengan rencana yang
mantap dan matang di bidang politik, ekonomi, dan sosial. Petisi
tersebut ditandatangani oleh Sutardjo, I.J. Kasimo, Sam Ratulangi, Datuk
Tumenggung dan Kwo Kwat Tiong. Petisi Sutardjo ditolak oleh pemerintah
kolonial Belanda. Hal ini tentu saja membuat para tokoh pergerakan dan
pendukungnya merasa sangat kecewa. Apalagi setelah petisi tersebut tidak
jelas kedudukannya selama dua tahun, apakah ditolak atau diterima.
Meskipun begitu, kejadian tersebut telah mendorong semangat baru bangsa
Indonesia untuk mencari jalan lain dalam pergerakan nasional. Perbedaan
pendapat dan krisis baru di antara tokoh-tokoh pergerakan nasional masih
terus tampak.
Untuk mengatasi krisis kekuatan nasional, tampillah seorang tokoh yang
berusaha untuk mengurangi konflik dan menyamakan persepsi kembali
tentang betapa pentingnya kesatuan di antara partai-partai politik
nasional. Tokoh tersebut adalah M.Husni Thamrin yang memelopori
berdirinya sebuah organisasi baru, yaitu Gabungan Politik Indonesia
(Gapi), pada 21 Mei 1939. Gapi merupakan gabungan dari Parindra,
Gerindo, Persatuan Minahasa, Partai Islam Indonesia, Partai Katolik
Indonesia, Pasundan, dan PSII.
Langkah selanjutnya yang ditempuh Gapi adalah pada 24 Desember 1939, dengan membentuk Kongres Rakyat Indonesia (KRI).
Tujuan utama dari kongres ini adalah "Indonesia Berparlemen."Resolusi
Gapi ditanggapi dingin oleh pemerintah kolonial. Untuk meredam gerakan
nasionalis, pemerintah kolonial segera membentuk Komisi Visman, sebuah
komisi yang ditujukan untuk menyelidiki keinginan bangsa Indonesia.
Komisi ini bekerja tidak jujur dan lebih memihak kepada penguasa
Belanda, sehingga pemerintah Belanda hanya berjanji memberikan status
dominion kepada Indonesia di kemudian hari. Di mata sebagian kaum
nasionalis, komisi ini dianggap sebagai cara pemerintah kolonial untuk
mengulur-ngulur waktu tentang tuntutan bangsa Indonesia.
Gapi yang tetap teguh pada pendiriannya, segera merubah KRI menjadi
Majelis Rakyat Indonesia (MRI) padal 14 September 1941. Mr.Sartono
diangkat sebagai ketua. Organisasi ini beranggotakan Gapi sebagai wakil
federasi organisasi politik, Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI) sebagai
wakil organisasi Islam, dan PVPN sebagai federasi serikat sekerja dan
pegawai negeri.
Pada September 1942, MRI berhasil menyelenggarakan Kongres II di
Yogyakarta. Kongres ini dihadiri ole h MIAI, PVPN, Kongres Perempuan
Indonesia, Isteri Indonesia, Perti, Parindra, Gerindo, Pasundan, PII,
PPKI, PAI, NU, PPBB, Muhammadiyah, PMM, Taman Siswa, dan PSII. Pada saat
itu, MRI merupakan organisasi yang paling maju karena telah berhasil
menggabungkan organisasi politik, sosial, dan keagamaan dalan satu
wadah.
Nasionalisme adalah suatu gerakan yang bersifat politik dan sosial dari
kelompok-kelompok bangsa yang bersifat politik dan sosial dari
kelompok-kelompok bangsa yang memiliki persamaan budaya, bahasa,
wilayah, serta persamaan cita-cita dan tujuan. Paham baru di Eropa
tersebut berdampak luas ke wilayah Asia-Afrika. Hal itu terlihat dari
banyaknya gerakan yang menentang penjajahan dan gerakan yang
memperjuangkan kemerdekaan setiap bangsa Asia dan Afrika.
Peristiwa-peristiwa penting antara Perang Dunia I dan II, antara lain
Perang Dunia I, Perjanjian Versailes, pembentukan Liga Bangsa-Bangsa,
Perang Dunia II, dan pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pergerakan nasional Indonesia yang terjadi pada awal abad ke-20 dapat
diartikan sebagai pergerakan di seluruh bangsa Indonesia yang berasal
dari berbagai kelompok etnis, agama, dan budaya yang terhimpun dalam
organisasi-organisasi pergerakan dan yang bertujuan untuk memajukan
bangsa Indonesia di bidang pendidikan, ekonomi, sosial-budaya, dan
politik serta untuk memperoleh kemerdekaan yang meliputi seluruh bangsa
dari penjajah Belanda. Organisasi pergerakan nasional yang pernah lahir
di Indonesia antara lain, Budi Utomo, Sarekat Islam, Indische Partiij,
PNI, Partindo, PKI, Taman Siswa, Perhimpunan Indonesia, Parindra,
Muhammadiyah, PPPKI, dan PPPI.
Sedangkan organisasi pemuda di antaranya Trikoro Dharmo, Jong Celebes,
Jong Sumatra Bond, PPPI, Jong Indonesia, dan Indonesia Muda. Demikian
pula pada pergerakan kaum wanita Indonesia yang dipelopori oleh R.A.
Kartini dan Dewi Sartika.
Pada 15 Juli 1936, bangsa Indonesia mengeluarkan Petisi Sutarjo yang
berisi tentang usulan untuk mengadakan konferensi membahas status
politik Hindia Belanda di Indonesia. Adapun Gapi yang merupakan
organisasi gabungan dari beberapa partai-partai politik dan pergerakan
nasional di Indonesia menuntut kepada pemerintah kolonial Belanda agar
"Indonesia Berparlemen."
11. Gerakan dan Organisasi Pemuda
Organisasi pemuda yang didirikan pada awal abad ke-20 meliputi
organisasi-organisasi yang didukung oleh para pemuda di daerah. Salah
satu di antaranya adalah Perkumpulan Pasundan. Perkumpulan ini didirikan
pada 1914 dengan tujuan mempertinggi derajat kesopanan, kecerdasan,
memperluas kesempatan kerja, dan penghidupan kegiatan masyarakat.
Pemimpinnya adalah R. Kosasih Surakusumah, R.Otto Kusuma, dan R.A.A.
Jatiningrat. Organisasi Pasundan merupakan organisasi semacam Budi Utomo
bagi orang Sunda.
Pada masa sesudah sekitar 1909, di seluruh Indonesia banyak bermunculan
organisasi-organisasi baru di kalangan elite terpelajar yang sebagian
besar didasarkan atas identitas-identitas kesukuan. Misalnya Sarekat
Ambon (1920), bertujuan untuk melindungi kepentingan orang-orang Ambon.
Organisasi ini bersifat radikal, ingin berparlemen dan meminta
pemerintahan sendiri. Perkumpulan yang lain adalah Jong Java (1918) yang
keanggotaannya khusus untuk orang-orang Jawa. Organisasi lainnya yang
berusaha menampung para pemuda dan mahasiswa adalah Sarekat Sumatera
(Sumatranen Bond, 1918) yang merupakan kelompok mahasiswa Sumatra, Jong
Minahasa (Pemuda Minahasa, 1918), yaitu organisasi untuk orang-orang
Minahasa, dan Timorsch Verbond atau Persekutuan orang-orang Timor (1921)
yang didirikan oleh orang-orang Timor dari Pulau Roti dan Sawu untuk
melindungi kepentingan-kepentingan rakyat Timor.
Pada 1923 dibentuk pula Kaum Betawi di bawah pimpinan M.Husni Thamrin
yang berusaha memajukan hak-hak warga Betawi. Organisasi ini bertujuan
memajukan perdagangan, pertukaran pengajar. MH. Thamrin kemudian menjadi
anggota Volksraad dan Ketua Fraksi Nasional. Pendirian organisasi
kepemudaan di atas tidak hanya mencerminkan adanya kegairahan baru untuk
berorganisasi pada zaman pergerakan nasional, namun juga mencerminkan
kuatnya identitas-identitas kesukuan dan kemasyarakatan yang terus
berlangsung. Unsur-unsur etnosentrismenya juga masih ada dengan
mengisolasi diri, tetapi regionalisme itu juga perlahan dapat
menciptakan nasionalisme. Regionalisme itu selalu dimanfaatkan oleh
pemerintah kolonial untuk memecah belah dengan melakukan infiltrasi.
Perkumpulan pemuda didirikan untuk mencapai kemerdekaan bangsa
Indonesia. Perkumpulan pemuda pertama adalah Tri Koro Dharmo (Tiga
Tujuan Mulia) yang berdiri pada 7 Maret 1915 di gedung perkumpulan Budi
Utomo. Tri Koro Dharmo bertujuan untuk mengadakan suatu tempat latihan
untuk calon-calon pemuda nasional. Cinta tanah air menjadi dorongan bagi
berdirinya organisasi ini. Organisasi ini kemudian diganti namanya
menjadi Jong Java yang orientasinya lebih luas dari sekedar organisasi
daerah, serta berorientasi pada pergerakan rakyat. Setelah berkembangnya
rasa nasionalisme pada akhir Perang Dunia I, kegiatan Jong Java beralih
ke politik. Dalam kongresnya pada 1926 di Solo, organisasi ini memiliki
anggaran dasar yang menyebutkan ingin menghidupkan rasa persatuan
dengan seluruh bangsa Indonesia dan bekerja sama dengan semua organisasi
pemuda yang ada guna membentuk kesatuan Indonesia. Organisasi Jong Java
dan yang lainnya dibubarkan dan diganti dengan Indonesia Muda yang
bertujuan Indonesia merdeka.
Di Sumatra, lahir Jong Sumatra Bond pada 9 Desember 1927 dengan tujuan
memperkokoh ikatan sesama murid Sumatera dan mengembangkan kebudayaan
Sumatra. Organisasi ini dipimpin oleh M.Yamin. Kehadiran organisasi ini
segera diikuti dengan berdirinya Jong Minahasa dan Jong Celebes.
Pada Kongres Pemuda I, Mei 1926, untuk pertama kalinya beberapa
organisasi pemuda berhasil dikumpulkan dalam sebuah kongres. Kongres
yang dipimpin oleh M. Tabrani ini dihadiri Jong Java, Jong Sumatra, Jong
Ambon, Jong Minahasa, Jong Batak, Jong Islamieten Bond, dan Perkumpulan
Pemuda Theosofi. Walaupun tidak berhasil membuat fusi, mereka telah
sepakat tentang paham persatuan. Baru pada 28 Oktober 1928 pada Kongres
Pemuda II di gedung Indonesische Club Kramat No. 106 Jakarta, dapat
dipadukan semua organisasi pemuda menjadi satu kekuatan nasional.
Kesepakatan tersebut diikuti dengan ikrar satu nusa, satu bangsa, dan
satu bahasa yang terkenal dengan Sumpah Pemuda, yang isinya:
1. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu tanah air Indonesia.
2. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu bangsa Indonesia.
3. Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.
Kongres berhasil menetapkan Sumpah Pemuda yang nantinya dijadikan
landasan perjuangan Indonesia merdeka. Pada malam penutupan, untuk
pertama kali diperdengarkan lagu Indonesia Raya oleh WR. Supratman.
Selanjutnya, PNI, PPPI, Indonesia Muda, dan seluruh perkumpulan pemuda
mengaku Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan.
12. Organisasi Kepanduan
Selain organisaasi pemuda yang sifatnya politis, lahir pula organiasi
kepanduan. Kepanduan mulai ada pada permulaan Perang Dunia I.
Kegiatannya difokuskan pada olah raga dengan anggotanya sebagian besar
dari kalangan murid-murid sekolah, baik sekolah pribumi maupun Belanda.
Salah satu organisasi kepanduan adalah Ned Indische Badvinders
Vereeniging (NIPV). Organisasi ini merupakan kepanduan campuran pertama
yang didirikan pada 1917. Organisasi kepanduan Indonesia yang pertama
adalah Javaansche Padvinders Organisatie (JPO) didirikan di Solo (1916)
oleh Mangkunegoro VII.
Setelah 1920, organisasi kepanduan berkembang sejalan dengan
berkembangnya semangat nasionalisme dan patriotisme. Dalam organisasi
politikpun terdapat organisasi kepanduan, seperti Sarekat Islam Afdeling
Pandu, Hizbul Wathon, dan Nationale Islamitische Padvinderij.
Pada 1938, didirikan Badan Pusat Persaudaraan Kepanduaan untuk menampung
organisasi-organisasi kepanduan yang sudah ada. Organisasi tersebut
pada Februari 1941 mengadakan perkemahan bersama.
13. Gerakan Wanita
Pergerakan nasional Indonesia tidak hanya di bidang politik melainkan
juga sosial dan wanita. Salah seorang tokoh wanita yang menyuarakan
pentingnya emansipasi antara pria dan wanita adalah RA.
Kartini. Dia kemudian dinggap sebagai pelopor gerakan emansipasi yang
dalam tulisan-tulisannya menuntut agar wanita Indonesia diberi
pendidikan karena mereka memikul tugas sebagai seorang ibu yang
bertanggung jawab atas pendidikan anaka-naknya.
Buku Kartini yang diberi judul Habis Gelap Terbitlah Terang adalah buku
yang berisi kumpulan surat-surat Kartini tentang berbagai buah
pikirannya. Buku ini ditulis oleh Abendanon pada 1899. Isinya antara
lain tentang posisi wanita dalam keluarga, adat istiadat, dan
keterbelakangan wanita.
Karena senang membaca dan bergaul dengan berbagai kalangan, Kartini
memiliki padangan yang positif tentang betapa pentingnya memajukan kaum
wanita. Dengan belajar sungguh-sungguh, dia berpendapat bahwa memajukan
kaumnya dan menolak konservatisme adalah sangat penting.
Demikian juga adat yang mengharuskan wanita hanya tinggal di dalam rumah
harus dirombak. Kartini meminta agar rakyat Indonesia diberi pendidikan
karena pendidikan merupakan masalah pokok bagi masyarakat Indonesia.
Pendidikan tersebut bukan hanya untuk laki-laki, tapi juga kaum wanita.
Pendidikan yang diperoleh itu selain untuk mengasah intelegensi, juga
untuk membangun sopan santun dan kesusilaan. Kunci kemajuan wanita
menurut Kartini adalah kombinasi antara kebudayaan Barat dan Timur.
Perkumpulan atau organisasi wanita yang muncul di masa pergerakan
diantaranya adalah Putri Mardika (1912) yang bertujuan memajukan
pengajaran terhadap anak-anak perempuan dengan memberikan penerangan dan
bantuan dana. Demikian pula dengan sekolah Kaoetamaan Istri yang
didirikan oleh Raden Dewi Sartika di Bandung pada 1904. Sekolah Kartini
juga didirikan di Jakarta pada 1913, di Madiun, Malang dan Cirebon,
Pekalongan, Indramayu, Surabaya, dan Rembang.
Selanjutnya, pada 1920 mulai muncul perkumpulan wanita yang bergerak di
bidang sosial dan kemasyarakatan. Di Minahasa, berdiri De Gorontalosche
Mohammedaansche Vrouwen Vereeniging. Di Yogyakarta lahir perkumpulan
Wanita Utomo yang mulai memasukan perempuan ke dalam kegiatan dasar
pekerjaan.
Corak kebangsaan sudah mulai mempengaruhi pergerakan wanita sejak 1920,
hal ini ditandai dengan adanya Kongres Perempuan Indonesia di Yogyakarta
pada 1928. Kongres tersebut dihadiri oleh berbagai wakil organisasi
wanita, di antaranya Ny. Sukamto (Wanito Utomo), Nyi Hajar Dewantara
(Taman Siswa bagian wanita), dan Nona Suyatin (Pemuda Indonesia bagian
keputrian). Tujuan kongres Perempuan Indonesia adalah untuk
mempersatukan cita-cita dan usaha untuk memajukan wanita Indonesia serta
mengadakan gabungan di antara per kumpulan wanita ter sebut. Dalam
rapat itu dibicarakan soal nasib wanita dalam perkawinan dan poligami.
Dalam kongres itu pada umumnya disepakati untuk memajukan wanita
Indonesia serta mengadakan gabungan yang berhaluan kooperatif. Hasil
kongres yang terpenting adalah dibentuknya federasi perkumpulan wanita,
bernama Perikatan Perempuan Indonesia (PPI).
Kongres Perempuan Indonesia II diadakan membicarakan tentang masalah
perburuhan perempuan, pemberantasan buta huruf, dan perkawinan. Dalam
konggres tersebut, pergerakan wanita Indonesia mendapat perhatian dari
Komite Perempuan Sedunia yang berkedudukan di Paris.
Kongres Perempuan III berlangsung 1938, menyetujui suatu rencana
undang-undang perkawinan modern, membicarakan masalah politik, antara
lain hak pilih dan dipilih bagi kaum wanita untuk Badan Perwakilan.
Selain itu, kongres memutuskan pada 22 Desember menjadi Hari Ibu, dengan
menyatakan bahwa peringatan Hari Ibu tiap tahun diharapkan akan
menambah kesadaran kaum wanita Indonesia akan kewajibannya sebagai Ibu
Bangsa.